MAKALAH BIOLOGI SEL SIFAT-SIFAT FISIKA PROTOPLASMA

BAB I

PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang

Semua sel berkembang dari pembalahan sel induk atau masa protoplasma yang berinti. Pembelahan sel tumbuhan merupakan proses yang kompleks. Selama masa pembelahan, inti sel dan sitoplasma terbagi menjadi dua yang biasanya sama besar dan serupa. Pada masa pembelahan sel, dinding sel belum terbentuk, bahkan membran plasma dan substansi interselular belum dapat dibedakan. Sesaat setelah pembelahan sel selesai, dinding sel mulai dapat dilihat pada bagian luar membran sel.
Dalam penyusunan sel tumbuhan, terdapat komponen yang terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu komponen protoplasma atau komponen yang hidup dari sel dan komponen non-protoplasma atau komponen yang tidak hidup dari sel.
Komponen protoplasma didefinisikan sebagai isi sel hidup, dan tidak mencakup dinding sel. Protoplasma sebuah sel disebut protoplas. Protoplas dapat dibagi menjadi sitoplasma dan nukleus. Sitoplasma meliputi retikulum endoplasma, diktiosom, mitokondria, plastida, mikrobodi, ribosom, sferosom, mikrotubul, mikrofilamen, vakuola, dan zat ergastik. Dalam komponen protoplasma yang merupakan komponen utama pada sel tumbuhan yaitu Plastida.
Ciri khas semua organisme adalah memiliki protoplasma, yaitu substansi majemuk yang terdiri dari berbagai bahan meliputi air, garam-garam mineral, dan banyak senyawa organik, diantaranya adalah karbohidrat, protein dan lipid. Protoplasma bersifat pekat (kental), jernih (terang), dan koloid polifalis.


B.   Rumusan Masalah

1.    Apa yang dimaksud dengan Protoplasma ?
2.    Bagaimana sifat-sifat fisika dari Protoplasma ?

C.  Tujuan

1.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Protoplasma.
2.    Untuk mengetahui sifat-sifat fisika dari Protoplasma.


BAB II

PEMBAHASAN

                    

A.  Pengertian Protoplasma

Protoplasma adalah bagian hidup dari sebuah sel yang dikelilingi oleh membran plasma. Ini adalah istilah umum Sitoplasma. Protoplasma terdiri dari campuran molekul kecil seperti ion, asam amino, monosakarida dan air, dan makromolekul seperti asam nukleat, protein, lipid dan polisakarida. Pada eukariota protoplasma yang mengelilingi inti sel dikenal sebagai sitoplasma dan bahwa di dalam inti sebagai nucleoplasm tersebut. Dalam prokariota bahan di dalam membran plasma adalah sitoplasma bakteri, sementara di bakteri gram negatif wilayah di luar membran plasma tetapi di dalam membran luar periplasm tersebut.
'Protoplasma' berasal dari protos Yunani untuk pertama, dan plasma untuk hal terbentuk. Ini pertama kali digunakan pada tahun 1846 oleh Hugo von Mohl untuk menggambarkan "tangguh, berlendir, granular, semi-fluida" substansi dalam sel tanaman, untuk membedakan ini dari dinding sel, inti sel dan sel getah dalam vakuola. Thomas Huxley kemudian disebut sebagai "dasar fisik dari kehidupan" dan menganggap bahwa properti kehidupan dihasilkan dari distribusi molekul dalam zat ini. Komposisi, bagaimanapun, adalah misterius dan ada banyak kontroversi atas apa macam substansi itu. Upaya untuk menyelidiki asal usul kehidupan melalui penciptaan sintetik "protoplasma" di laboratorium tidak berhasil.
Sel yang ditemukan di abad 17 oleh Robert Hook ternyata berisi Zalir kental yang merupakan campuran berbagai macam senyawa. Zalir yang disebut protoplasma ini dibangun dari berbagai macam senyawa antara lain air, protein, nukleat, karbohidrat dan lipid. Berdasarkan ciri dan sifat setiap komponen penyusun protoplasma, terutama lipid, segumpal protoplasma tersekat-sekat menjadi beberapa bentukan yang kemudian disebut organela. Sehingga protoplasma yang semula dinyatakan sebagai suatu cairan kental yang homogen ternyata merupakan cairan kental yang berstruktur sangat rumit. Bagian terluar dari gumpalan protoplasma membentuk lapisan tipis yang merupakan pembatas antara protoplasma dengan lingkungan tempat beradanya. Selaput tipis itu pulalah yang meyebabkan protoplasma berbentuk, yang dinyatakan sebagai sel induk.
Protoplasma merupakan cairan pertama yang memiliki tanda-tanda kehidupan, ditemukan oleh Purkinye pada tahun 1839. Dilihat dari sifat fisiknya, protoplasma berupa substitusi berwarna kehijauan yang dapat berada pada dua keadaan yaitu sol dan gel. Protoplasma melakukan gerakan-gerakan yang tergantung pada ukuran molekul dan tenaga yang ada yaitu gerakan brown dan amuboid.

B.       Sifat-sifat Fisika Protoplasma

Protoplasma terdiri dari berbagai jenis unsur dan senyawa baik organik maupun anorganik yang heterogen. Ukuran-ukuran pertikel yang terlarut dalam protoplasma berkisar antara 0,001 sampai 0,1 mikron, jadi merupakan larutan koloid.
Senyawa organik yang menyusun matriks (Protoplasma berbentuk cair) seperti karbohidarat, protein dan lemak berupa suspensi (ukuran lebih besar dari 0,1 mikron), sedangkan ion-ion yang berukuran lebih kecil dari 0,001 mikron berupa larutan murni.
Keadaan komposisi tersebut menyebabkan protoplasma bersifat :

1.      Gerak Brown

Gerak Brown yaitu gerak dari molekul-molekul protoplasma yang tidak beraturan yang disebabkan oleh adanya molekul air.
Gerak ini diteliti oleh Robert Brown (1827), seorang ahli Botani bangsa Skotlandia di dalam larutan koloid. Gerak Brown ini biasanya terjadi dalam larutan koloidal dan gerakannya tergantung pada temperatur dan ukuran partikel.
Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika koloid diamati dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag.





 
 
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat Gerak Brown yang terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa Gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam campuran heterogen zat cair dengan zat padat (suspensi).
Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, Gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka Gerak Brown semakin lambat.

2.      Efek Tyndall

Larutan Koloid protoplasma dapat memantulkan cahaya bila arah datang sinar tepat mengenai sistem koloid, peristiwa pemantulan cahaya tersebut disebut Efek Tyndall.
Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek tyndall.  


 
 

Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid (gambar kanan), cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.

3.      Siklosis

Siklosis merupakan gerakan berupa arus yang terjadi pada protoplasma yang berada dalam keadaan sol. Siklosis ini disebabkan oleh Tekanan Hidrostatis, Temperatur, pH, Kekentalan (Viskositas), Umur Sel. Bergeraknya kromosom, sentriol, mitokondria, lisosom, dsb disebabkan gerakan sikolsis.

4.      Gerak Amoeboid

Gerak Amoeboid adalah gerakan protoplasma pada sel (terutama hewan satu sel : Amoeba, Protozoa serta Leukosit) yang disebabkan oleh perubahan fungsinya sehingga sitoplasma memanjang keadaannya

 

5.      Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan, disebabkan oleh tertariknya molekul-molekul pada permukaan oleh molekul-molekul dibawahnya yang bergerak bebas dengan kekuatan pada setiap arah yang sama. Akibat tarikan tersebut molekul permukaan menjadi terikat sehingga terjadi tegangan yang disebut tegangan permukaan.
Matriks sitoplasma yang cair memiliki tegangan permukaaan. Matriks protein dan lemak memiliki ketegangan permukaan yang kurang karenanya membentuk membran plasma, sedangkan bahan-bahan kimia misalnya garam NaCl tegangan permukaannya tinggi akibatnya NaCl menempati bagian yang lebih dalam pada matrik sitoplasma.

6.      Adsorpsi

Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan muatan oleh permukaan-permukaan partikel koloid. Adsorpsi terjadi disebabkan oleh adanya kemampuan partikel koloid untuk menarik (ditempeli) oleh partikel-partikel kecil. Kemampuan menarik ini disebabkan adanya tegangan permukaan koloid yang cukup tinggi, sehingga bila ada partikel yang menempel akan cenderung dipertahankan pada permukaannya.  Bila partikel-partikel koloid mengadsorpsi ion yang bermuatan positif pada permukaannya, maka koloid tersebut menjadi bermuatan positif, dan sebaliknya bila yang diadsorpsi ion negatif akan menjadi bermuatan negatif.
Selain dari ion, partikel-partikel koloid dapat menyerap muatan dari listrik statis, misalnya debu dapat menyerap muatan negatif atau positif dari adanya elektron yang bergerak di udara atau dari arus listrik. Adanya perisitiwa adsorpsi menyebabkan partikel koloid bermuatan listrik. Oleh karena itu, jika koloid diletakkan dalam medan listrik, partikelnya akan bergerak menuju kutub muatan listrik yang berlawanan dengan muatan koloid tersebut. Koloid loga atau basa umumnya mengadsorpsi ion-ion logam pada saat proses pembentukan koloid, sehingga akan menjadi muatan positif dan kelompok koloid sulfida lainnya umumnya mengadsorpsi ion negatif, sehingga akan menjadi koloid negatif.

Previous
Next Post »