Catatan Akhir Sekolah: Cerita Persahabatan, Cinta, dan Cita-Cita
February 23, 2013
Jember, Mei 2008.
Tiap dari kita pasti memiliki teman dekat atau sahabat, dimana waktu kita banyak dihabiskan bersama. Biasanya ditiap episode kehidupan ada sahabat yang datang dan pergi. Namun yang namanya sahabat biasanya memiliki jangka waktu hubungan yang lebih lama, lebih awet dari jenis hubungan lain seperti teman biasa ataupun pacar.
Bicara tentang persahabatan yang masih awet, saya memiliki beberapa orang sahabat sejak duduk di bangku sekolah, saat masih memakai seragam putih abu-abu. Mereka itu, Alvan, Bagus, dan Dito, dimana kami kemana-mana selalu bersama, sampai ke kamar mandi pun bareng. Hhe. menjalani waktu remaja yang buat kami begitu indah.
Persahabatan, cinta, dan cita-cita. Ketiga tema itu lah yang mewarnai hari-hari kami, yang ketika mulai membicarakan tema tersebut seakan waktu menjadi berlalu begitu cepat. Begitu cepat.
Tentang persahabatan, Bagus dan Dito sudah saya kenal sejak jaman kami masih memakai seragam putih biru tua, di SMPN 2 Jember. Namun saat itu belum dekat.
Saya lebih dulu dekat dengan Bagus, seorang pemuda berkacamata, dengan kulih putih bersih dan mata sipitnyanya yang sering kali membuat orang mengira bahwa dia adalah seorang chinese. Ditambah kemahirannya dalam bermain basket membuat cukup banyak yang ngefans dengannya.
Pertama kali memasuki dunia putih abu-abu, di SMAN 1 Jember, secara tidak sengaja kami berada di kelas yang sama, X.1. Duduklah kami sebangku dari saat itu selama setahun.
Kemudian saat naik ke kelas sebelas, saat mulai penjurusan, saya memilih jurusan IPA, Bagus juga. Dan takdirnya kami kembali sekelas. Karena sudah cocok dan belum terlalu mengenal teman yang lainnya, kami duduk sebangku lagi. Apalagi kami sudah menjadi satu tim yang sangat solid ketika ada ulangan di sekolah, bekerja sama dengan sangat rapi dengan modus yang tidak diketahui oleh guru manapun. Hehe.
Dari kelas sebelas ini, cerita masa SMA kami pun mulai berwarna. Pun terkotak-kotak karena masing-masing punya minat dan geng sendiri, namun ketika ada event kelas kami selalu kompak. Kami menamakan diri kami Djabley, kependekan dari Djajaran Anak Ipa Lima Euy, sebuah nama yang disepakati oleh 36 siswa di kelas. Sempat sedikit dipertanyakan oleh wali kelas kami karena namanya nyerempet ke satu kata yang berkonotasi kurang baik, namun setelah diberi penjelasan dan sedikit merayu, akhirnya disetujui dan disahkan langsung oleh beliau, wali kelas kami tercinta, Bu Anita.
Di kelas ini, saya mulai mengenal Alvan, sosok pemuda tegap yang bila pertama kali orang melihat, pasti bisa merasakan jiwa kepemimpinannya. Aktif di Paskibra, dan dia dipercaya menjadi ketua kelas kami. Orangnya lurus dan tidak neko-neko, agak sedikit kaku, namun setia sekali terhadap wanita yang dicintainya. Hhe.
Alvan sendiri dekat dengan Dito, pemuda polos dan baik hati, yang bangga dengan motor Jupiter MX merahnya, dan menjadi fans berat pembalap moto GP yang lekat dengan nomor 46, Valentino Rossi.
Ketika kami ditakdirkan sekelas bersama, tidak dengan begitu saja kami menjadi dekat. Bahkan boleh dibilang kedekatan itu baru tercipta ketika kelas tiga. Awalnya kami masih memiliki kesibukan sendiri-sendiri, Alvan di Paskibra, Bagus di basket, sedangkan saya dan Dito punya kesibukan sendiri walaupun kurang suka ikut ekskul ataupun organisasi. Paling interasksi kami hanya sebatas ketika berada di kelas atau di kantin. Belum ada yang spesial.
Namun akhirnya kami menjadi dekat dan sering menghabiskan waktu bersama. Jika kami punya rencana untuk pergi jalan-jalan ke suatu tempat, rumah Bagus selalu menjadi tempat kami bertemu. Jika kami pulang sekolah dan sedang tidak ada pekerjaan rumah atau besoknya hari libur, kami biasanya berkumpul di kosan Alvan. Yang menjadi menarik dari kosan Alvan karea memiliki atap yang bisa dinaiki. Tempat kami menggalau melihat bintang di langit malam, atau iseng mengganggu kosan siswi perempuan di sebelah rumah. Hehe. Bahkan pernah kami ditegur ibu kos Alvan terkait hal ini.
Tidak cukup itu, kami juga memiliki sebuah tempat rahasia yang jarang sekali dikunjungi orang, seolah tempat itu hanya milik kami. Namanya Gumuk Kerang, yang dari tempat itu kami bisa melihat kerlap-kerlip lampu kota Jember.
Bila diingat-ingat, entah sejak kapan kami memutuskan untuk menjadi empat orang sahabat, tapi jika dilihat lagi kebelakang, saya pikir ada sebuah momen yang menjadikan kami begitu akrab.
Momen itu, adalah tentang cinta.
Selalu ketika kami membicarakan mengenai hal ini, cinta, bahasannya seakan tiada habisnya. Dari empat orang, sebenarnya masing-masing dari kami memiliki seseorang yang kami sukai secara diam-diam. Namun hanya dua orang yang berani menyatakannya. Lainnya beralasan tidak dibolehkan oleh orang tua, hingga tidak diperjuangkan, walaupun disitu sebenarnya ada unsur tidak berani mengungkapkan. Hehe.
Saya masih ingat sekali, salah seorang dari kami sampai membuat kode di plat nomor motornya, yang membentuk sebuah tanggal, tanggal spesial mengenai dia dan orang yang dia sukai.
Momen yang menjadikan kami akrab, malah ketika dua diantara kami yang berpacaran, akhirnya harus mengakhiri hubungannya, karena satu dan lain hal yang tidak bisa disebutkan disini (TOP SECRET). hehe.
Nah, tanpa kami sadari momen itulah yang akhirnya mempersatukan kami, membuat kami menjadi semakin akrab, bertambah dekat, dan mulai mengerti mengenai arti sahabat.
Tidak lama setelah momen itu, kami sudah kembali move on, saat itu sudah memasuki semester kedua di kelas dua belas, dan kami bertekad untuk membayar waktu kami yang sempat hilang karena kesibukan masing-masing, dengan membuat sisa waktu kami di bangku SMA menjadi lebih indah dan berwarna.
Kemudian kami sedikit melakukan provokasi pada tema-teman Djabley yang waktu itu memiliki interest sendiri-sendiri bersama gengnya, bersama kelompoknya, untuk kembali bersatu padu. Karena kami percaya bahwa masa SMA tidak harus melulu belajar saja, karena saat itu suasana di kelas terlalu study oriented, tapi ada saat-saatnya kami tersenyum dan tertawa, bersama menghabiskan waktu, melepas penat di hati.
Saat itu ada perlombaan antar kelas, yang menjadi momen bagi kami untuk unjuk gigi diantara kelas lainnya. Untuk perlombaan yang cukup bergengsi, yaitu sepak bola, kami harus rela menjadi juara empat, karena memang secara kemampuan fisik kami kalah dibanding kelas lain. Lomba lainnya adalah lomba kebersihan kelas, dimana kami mengeluarkan segala kreativitas untuk membuat kelas kami menjadi bersih dan indah. Usaha kami terbayar dengan diraihnya peringkat kedua.
Puncak prestasi kami adalah saat pertandingan sepak bola daster, saat itu kelas kami termasuk yang tidak diunggulkan, karena saat sepak bola dilapangan rumput juga tidak cukup bersaing.
Pertandingan yang dilaksanakan di lapangan basket sekolah itu diikuti oleh seluruh kelas dari kelas satu sampai kelas tiga, setiap tim terdiri dari tiga orang yang menggunakan daster dan ditonton oleh seluruh warga sekolah.
Saya ikut dalam tim itu, bersama Dito dan Luqman. Teman kelas lainnya menjadi suporter. Ketika harus menggunakan daster, saya meminjam daster mama saya yang berwarna pink. Dan ketika pertandingan berlangsung, terdengar teriakan riuh, saya tidak begitu memperhatikan karena fokus pada pertandingan. Namun samar-samar saya mendengar,
“Mas Afdilla cantik pake daster pink”
“Mas Afdilla cantik pake daster pink”
Setelah beberapa kali memenangkan pertandingan, bangganya saya, berhasil mencetak dua gol penentu kemenangan, yang ahirnya kami keluar sebagai juara pertama, kelas kami menang.
Saat itu termasuk hari paling bahagia yang dimiliki kelas kami, Djabley. Dan sebagai tambahan, saya juga tidak menyangka bahwa saya secantik itu saat memakai daster. Hahaa.
Suatu waktu kami menonton sebuah film bersama, Catatan Akhir Sekolah, yang mengisahkan seorang yang membuat film dokumenter mengenai kegiatan di sekolahnya. Film itu sangat menginspirasi kami, kebetulan saat malam lepas pisah kami diminta menampilkan profil masing-masing kelas, dan kami menjadikan film itu sebagai acuan untuk membuat profil kelas dalam bentuk video. Tema yang kami angka adalah tentang persahabatan, cinta dan cita-cita.
Finally, dengan beberapa kegilaan yang kami lakukan, kami berhasil membuat sisa waktu kami di bangku putih abu-abu menjadi lebih indah. Mission completed!
Tiap ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Usai lulus dari SMA masing-masing dari kami sudah punya rencana sendiri mengenai masa depan kami, melanjutkan studi di bangku universitas.
Tentang cita-cita, Dito memiliki mimpi untuk menjadi seorang ahli mesin, dia melanjutkan studinya di teknik mesin Universitas Brawijaya, di kota apel, Malang. Bagus, mengikuti keinginan orang tuanya untuk melihat anaknya menjadi seorang dokter. Dia melanjutkan studi di fakultas kedokteran Universitas Jember. Alvan yang awalnya ingin bergabung di angkatan udara Republik Indonesia, akhirnya melanjutkan studi di fakultas ekonomi Universitas Jember. Sedangkan saya sendiri, melanjutkan studi di manajemen bisnis Institut Manajemen Telkom, di kota kembang, Bandung.
Kami pernah membuat janji, untuk bertemu kembali suatu saat nanti, dengan kesuksesan masing-masing. Saat itu kami berharap, semoga ada takdirnya. Together we fly ..
***
Bandung, Februari 2013
Hari ini langit Dago begitu dingin. Angin pun cukup kencang menambah dinginnya udarasampai rasanya merasuk ke setiap sendi tubuh ini. Sembari terduduk santai di kantor, memandang laporan rekap order katering yang sebentar lagi selesai, juga pada setumpuk kertas berisi jadwal penyusunan proposal thesis.
Semalam ada pesan singkat masuk ke handphone saya,
“Ini aku uda duduk di dalam pesawat, di tengah. Ya Allah, aku pengen dua tahun lagi yang duduk di samping kanan kiriku adalah bapak, ibuku, guna naik haji bersama.”
Sebuah pesan singkat dari Alvan. Ceritanya dia sedang dalam perjalanan untuk mewujudkan salah satu mimpinya, pergi melihat luasnya dunia. Beberapa waktu lalupapernya diterima dan dia diundang untuk mempresentasikannnya, di salah satu negara di benua biru, Italia. Saya tahu betul dia betapa bahagianya dia sekarang..
Beberapa waktu lalu juga ada sebuah kabar dari Dito,
“Alhamdulillah bro.. matur nuwun semangat semeru nya dan doanya. Aku lolos sampe tahap akhir. PTPN XI”
Saat turun dari Semeru awal Januari lalu, memang saya sempat merepotkannya dengan menumpang menginap di kosan dia di daerah Pisang Dalam, dekat kampus UB. Paginya saya sempat menemani dia lari pagi di Malang, ceritanya saat itu dia sedang fokus untuk memaksimalkan persiapan tes kesehatan di PTPN XI.
Saya senang sekali saat mendengar kabar bahwa akhirnya dia diterima,
“sebentar lagi jadi punya teman pak sinder nih”, canda saya padanya.
Sedangkan Bagus, sekarang dia sedang menyelesaikan koas dokternya di Jember sampai akhir taun 2013 ini. Curiganya ya, dia nanti akan jadi seorang dokter favorit yang digandrungi, karena baik, putih dan ganteng. Hahaa. Kan jadi ikut bangga.
Akhirnya, semoga kami bisa menepati janji semasa sekolah dulu, untuk bertemu kembali dengan kesuksesan masing masing.