MAKALAH EKONOMI MUAMALAH ISLAM


          MAKALAH EKONOMI MUAMALAH ISLAM 

MAKALAH EKONOMI MUAMALAH ISLAM

   Islam sebagai suatu ajaran tentang sistem kehidupan yang meliputi hubungan antara Pencipta (al-khaliq) dengan seluruh ciptaan-Nya (makhluk) dan antar ciptaan itu sendiri pada dasarnya dapat didekati melalui dua sumber utama, yaitu sumber wahyu (al-Qur’an dan al-Hadist) dan sumber ilmu pengetahuan.
Konsep Islam bersifat proporsional dan dinamis ke suatu tatanan masyarakat yang harmonis, seimbang, adil dan sejahtera penuh limpahan rahmat sang al-khaliq. Konsep ekonomi pembangunan dalam Islam terus diperlukan pengkajian melalui cara menggali kaidah-kaidah dalam ilmu ekonomi Islam dengan tetap berpedoman pada dua sumber utama wahyu.
Seiring dengan dinamika era globalisasi khususnya dinamika Keislaman yang kian kini semakin mengalami berbagai macam persoalan baik dari segi persaingan perbankan yang kian kemari semakin banyak dan semakin berkompetensi khususnya dalam dunia hokum maka hal ini telah mendorong terus meningkat dan semakin kompleknya tuntutan yang mesti dilakukan khususnya bagi lembaga lembaga perbankan terlebih bagi lembaga lembaga perbankan yang kurang memenuhi standar kapabelitas dan profesionalitas civitas akademik / keilmuan .Maka dari semua itu tuntutan terhadap penyiapan sumber daya manusia yang handal sungguh sangat dtuntut sebagi sarana penyeimbang arus global yang semakin memanas.
Dalam konteks islam selain penguatan paradigma, prespektif diskripsi perbankan yang handal dan kompeten sungguh sangat diperlukan sehingga seorang nasabah akan mampu memandang kedepan tentang tantangan dan tuntutan yang mesti ia persiapkan.Dalam rangka itulah makalah ‘’ Ekonomi Syariah : Dalam Tinjauan Islam ‘’ diharapkan membantu pemahaman tentang ekonomi islam itu sendiri dan juga diharapkan dengan makalah ini akan semakin memperkaya prespektif dan khazanah keilmuan tentang dunia perekonomian juga realitas kehidupan perbankan secara luas.
B.  Rumusan Masalah
  1. Apakah pengertian dari muamalah?
  2. Apa asas-asas ekonomi dalam Islam?
  3. Bagaimana penerapan transaksi dalam islam?
  4. Bagaimana kerja sama ekonomi dalam islam?
  5. Bagaimana ketentuan hukum Islam tentang jual beli?
  C.  Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
  1. Memahami mengenai muamalah.
  2. Mengetahui dan memahami apa saja asas-asas transaksi ekonomi di dalam islam.
  3. Setelah memahami mengenai asas-asas transaksi ekonomi dalam islam, di harapkan dapat menerapkannya di  dalam kehidupan kita.
  4. Memahami mengenai kerja sama ekonomi dalam islam.
  D.  Sistematika Penulisan
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai subbab-subbab yang terdapat di dalam makalah ini, yaitu :
1)      Bab I
Dalam bab ini penulis membicarakan mengenai latar belakang dibuatnya makalah ini, menjelaskan berbagai masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, tujuan penulis membuat makalah ini, serta sistematika penulisan.
2)      Bab II
Di dalam bab ini penulis mencoba untuk menjelaskan serta memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan tema yang diambil oleh penulis. Dan mencoba menjawab dari rumusan-rumusan masalah yang terdapat di dalam Bab I.
3)      Bab III
Dalam bab ini penulis mencoba untuk menarik kesimpulan dari apa yang telah dijelaskan di dalam bab II. Penulis juga menuliskan kata penutup serta mencantumkan dari buku atau blog apa saja materi itu diambil.
TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM
MAKALAH EKONOMI MUAMALAH ISLAM

A.     Pengertian Muamalah
Muamalah adalah bagian dari hukum Islam yang berkaitan dengan hak dan harta yang muncul dari transaksi antara seseorang dengan orang lain, atau antara seseorang dengan badan hukum atau antara badan hukum yang satu dengan badan hukum yang lainnya.
B.     Asas-asas Transaksi Ekonomi dalam Islam
Transaksi ekonomi adalah pejanjian atau akad dalam bidang ekonomi. Dalam setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar (asas-asas) yang diterapkan syara’, yaitu:
  1. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara’., Pihak-pihak yang bertransaksi harus memenuhi kewajiban yang telah disepakati dan tidak boleh saling mengkhianati.
Surah Al-Maidah, 5: 1
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”
  1. Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas teteapi penuh tanggung jawab, tidak menyimpang dari hukum syara’ dan adab sopan santun.
  2. Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun.
Surah An-Nisa, 4: 29
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
  1. Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan ikhlas karena Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan, kecurangan, dan penyelewengan. Hadis Nabi SAW menyebutkan: “Nabi Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsure penipuan.” (H.R. Muslim)
  2. Adat kebiasaan atau ‘urf  yang tidak menyimpang dari syara’, boleh digunakan untuk menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam transaksi.
C.     Penerapan Transaksi Ekonomi Dalam Islam
     1. Jual Beli
a.      Pengertian Dasar Hukum dan Hukum Jual Beli
Jual beli adalah persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak yang menyerahkan/ menjual barang) dan pembeli (pihak yang membayar/ membeli barang yang dijual).
Jual beli sebagai sarana tolong menolong sesama manusia, di dalam Islam mempunyai dasar hukum dari Al-Qur’an dan Hadist. Seperti dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa, 4: 29.
Mengacu kepada ayat Al-Qur’an dan Hadist, hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli bisa berubah menjadi sunnah, haram, dan makruh.
b.      Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya dihukumi sah menurut syara’.
  • Syarat bagi orang yang melaksanakan akad jual beli :
1)      Berakal
2)      Balig
3)      Berhak mengunakan hartanya.
Allah SWT berfirman Artinya :
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”
  • Sigat atau ucapan ijab dan Kabul
Ulama fikih sepakat, bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan Kabul (dari pihak pembeli.
  • Syarat barang yang diperjualbelikan :
1)      Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang halal. Barang haram tidak sah diperjualbelikan.
2)      Barang itu ada manfaatnya.
3)      Barang itu ada di tempat, atau tidak ada tetapi sudah tersedia di tempat lain.
4)      Barang itu merupakan milik si penjual atau di bawah kekuasaannya.
5)      Barang itu hendaklah di ketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas, baik zatnya, bentuk dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya.
  • Syarat bagi nilai tukar barang yang dijual :
1)      Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
2)      Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun secara hukum, misalnya menggunakan cek atau kartu kredit.
3)      Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-Muqayadah, maka nilai tukarnya tidak boleh dengan barang haram.
     c. Khiyar
Khiyar ialah hak memilih bagi penjual dan pembeli untuk meneruskan jual-belinya atau membatalkan karena adanya suatu hal. Hukum Islam membolehkan hak khiyar agar tidak terjadi penyesalan bagi penjual maupun pembeli.
Adapun khiyar itu bermacam-macam, yaitu :
1)      Khiyar majelis ialah khiyar yang berlangsung selama penjual dan pembeli masih berada di tempat jual beli.
2)      Khiyar syarat ialah khiyar yang dijadikan sebagai syarat pada waktu akad jual beli. Khiyar syarat dibolehkan dengan ketentuan tidak boleh lebih dari tiga hari tiga malam semenjak akad.
3)      Khiyar ‘aib (khiyar cacat) maksudnya pembeli mempunyai hak pilih, untuk mengurungkan akad jual belinya karena terdapat cacat pada barang yang dibelinya.
     d. Macam-macam Jual Beli
              Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain :
1)      Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun  dan syaratnya.
2)      Jual beli yang terlarang dan tidak sah (batil) yaitu jual beli yang salah satu atau seluruh rukunnya atau jual beli itu pada dasr dan sifatnya tidak disyariatkan. Contoh :
-  Jual beli sesuatu yang termasuk najis
-  Jual beli air mani hewan ternak
-  Jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan.
3)      Jual beli yang sah tapi terlarang (fasid), terjadi karena sebab-sebab berikut:
-  Merugikan si penjual
-  Mempersulit peredaran barang
-  Merugikan kepentingan umum
     2. Simpan Pinjam
Rukun dan syarat pinjam meminjam menurut hukum Islam adalah sebagai berikut :
1)      Yang berpiutang dan yang berutang, syaratnya sudah balig dan berakal sehat. Yang berpiutang, tidak boleh meminta pembayaran melebihi pokok piutang. Sedangkan peminjam tidak boleh melebihi atau menunda-nunda pembayaran utangnya.
2)      Barang (uang) yang diutangkan atau dipinjamkan adalah milik sah dari yang meminjamkan. Pengembalian utang atau pinjaman tidak boleh kurang nilainya, bahkan sunah bagi yang berutang mengembalikan lebih dari pokok hutangnya.
     3. Ijarah
a.      Pengertian
Ijarah berasal dari bahasa Arab yang artinya upah , sewa, jasa, atau imbalan. Definisi ijarah menurut ulama mazhab Syafi’I adalah transaksi tertentu terhadap suatu manfaat yang dituju, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
b. Dasar Hukum Ijarah
              Dasar hukum ijarah berasl dari Al-Qur’an dan Hadist. Al-Qur’an yang dijadikan dasar hukum ijarah adalah Q.S Az-Zukhruf, 43:32, Q.S At-Talaq, 65:6, Q.S Al-Qasas, 28:26.
Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Qasas, 28:26  : Artinya :
 “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya”.

Hadist yang dijadikan dasar hukum ijarah adalah hadist dari Ibnu Umar r.a yang artinya “Berikanlah upah/ jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringatnya” (H.R. Abu Ya’la, Ibnu Majah, Tabrani, dan Tirmizi).
     c. Macam-macam Ijarah
1)      Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa. Apabila manfaat itu termasuk manfaat yang dibolehkan syarat untuk dipergunakan, maka ulama fikih sepakat boleh dijadikan objek sewa-menyewa.
2)      Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan.
     d. Rukun dan Syarat Ijarah
Syarat-syarat akad (transaksi) Ijarah adalah sebagai berikut :
1)      Kedua orang yang bertransaksi sudah balig dan  berakal sehat.
2)      Kedua pihak bertransaksi dengan kerelaan, artinya tidak terpaksa atau dipaksa.
3)      Barang yang akan disewakan diketahui kondisi dan manfaatnya oleh penyewa.
4)      Objek ijarah bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat.
5)      Objek ijarah merupakan sesuatu yang dihalalkan syara’.
6)      Hal yang disewakan tidak termkasuk suatu kewajiban bagi penyewa.
7)      Objek ijarah adalah sesuatu yang bisa disewakan.
8)      Upah/ sewa dalam transaksi ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang bernilai harta.
Rukun-rukun ijarah menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut :
1)      Orang yang berakal
2)      Sewa/ imbalan
3)      Manfaat
4)      Sigat atau ijab Kabul
     e. Berakhirnya Akad Ijarah
Karena ijarah bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang tersebut tidak bisa dimanfaatkan, maka hal-hal yang dapat menyebabkan berakhirnya akad ijarah adalah sebagai berikut :
1)      Objek ijarah hilang atau musnah.
2)      Habisnya tanggang waktu yang disepakati dalam akad/ taransaksi ijarah.
D.    Kerjasama Ekonomi dalam Islam
     1. Syirkah
Syirkah berarti perseroan atau persekutuan, yaitu pearsekutan antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk bekerjasama dalam suatu usaha, yang keuntungan atau hasilnya untuk mereka bersama.
Termasuk syirkah yang sesuai dengan ketentuan syara’, apabila syirkah itu dilaksanakan dengan niat ikhlas karena Allah, sabar, tawakal, jujur, saling percayaantara sesama anggota syarikat, dan bersih dari unsur-unsur kecurangan atau penipuan.
Syirkah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
  1. Syarikat harta (syarikat ‘inan)
              Syarikat harta yaitu akad dari dua orang atau lebih untuk berkongsi pada harta yang ditentukan dengan maksud untuk memperoleh keuntungan. Adapun rukun dalam syarikat harta itu adalah :
1)      Sigat atau lafal akad (ucapan perjanjian)
2)      Angota-angota syarikat
3)      Pokok atau modal dan pekerjaan
Dalam kehidupan modern, bentuk daripada syarikat harta misalnya Firma, C.V (Commanditaire Venootschaf), P.T (Perseroan Terbatas).
  1. Syarikat kerja
              Syarikat kerja adalah gabungan dua orang atau lebih untuk bekerjasama dalam suatu jenis pekerjaan dengan ketentuan bahwa hasil dari pekerjaan dibagikan kepad seluruh anggota syarikat sesuai dengan perjanjian.
Manfaat syarikat kerja adal;ah sebagai berikut :
1)      Menjalin hubungan persaudaraan, khususnya sesama anggota syarikat.
2)      Memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteran anggota syarikat.
3)      Menyelesaikan dengan baik pekerjaan-pekerjaan besar.
4)      Melahirkan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam bidang ekonomi, dan kebudayaan, serta bidang keamanan dan pertahanan.
Previous
Next Post »