MAKALAH TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM


MAKALAH TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, di Satuan pendidikan nonformal penyelenggara pendidikan kesetaraan maupun masyarakat.


Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.


Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertidakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. Tuntutan visi ini mendorong dikembangkannya standar kompetesi sesuai dengan jenjang pendidikan yang secara nasional ditandai dengan ciri-ciri:


1. Lebih menitik beratkan pencapaian kompetensi secata utuh selain penguasaaan materi;
2. Mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia;
3. Memberiklan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan untuk mengembangkan strategi dan program pembelajaran seauai dengan kebutuhan dan ketersedian sumber daya pendidikan.
Pendidik diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pencapaian seluruh kompetensi dasar perilaku terpuji dapat dilakukan tidak beraturan. Peran semua unsur Satuan pendidikan nonformal penyelenggara pendidikan kesetaraan, orang tua peserta didik dan masyarakat sangat penting dalam mendukung keberhasilan pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam.
1.2. Tujuan
Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk:
1. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT;
2. Mewujudkan manuasia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas masyarakat.
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam didalam lingkup SMA meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Al Qur’an dan Hadits
2. Aqidah
3. Akhlak
4. Fiqih
5. Tarikh dan Kebudayaan Islam.
Pendidikan Agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.



BAB II
KAJIAN TEORI

Pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuk kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain Pendidikan Islam merupakan suatu bentuk kepribadian utama yakni kepribadian muslim. kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikan adalah mewujudkan tujuan ajaran Allah .
Menurut Hasan Langgulung Pendidikan Islam ialah pendidikan yang memiliki empat macam fungsi yaitu :
1. Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup masyarakat sendiri.
2. Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.
3. Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan untuk memilihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup suatu masyarakat dan peradaban.
4. Mendidik anak agar beramal di dunia ini untuk memetik hasil di akhirat.
An-Naquib Al-Atas yang dikutip oleh Ali mengartikan pendidikan Islam ialah usaha yang dialakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan keberadaan.
Adapun Mukhtar Bukhari yang dikutip oleh Halim Soebahar mengartikan pendidikan Ialam adalah seganap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa dan keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan yang mendasarkan program pendidikan atau pandangan dan nilai-nilai Islam.
Pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang pendirian dan penyelenggaraan didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk mengejewantahkan nilai-nilai Islam baik yang tercermin dalam nama lembaga maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan.
Kendati dalam peta pemikiran Islam upaya menghubungkan Islam dengan pendidikan masih diwarnai banyak perdebatan namun yang pasti relasi Islam dengan pendidikan bagaikan dua sisi mata uang mereka sejak awal mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar baik secara ontologis epistimologis maupun aksiologis.


Yang dimaksud dengan pendidikan Islam disini adalah : pertama ia merupakan suatu upaya atau proses yang dilakukan secara sadar dan terencana membantu peserta didik melalui pembinaan asuhan bimbingan dan pengembangan potensi mereka secara optimal agar nanti dapat memahami menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sebagai keyakinan dan pandangan hidup demi keselamatan di dunia dan akherat. Kedua merupakan usaha yang sistimatis pragmatis dan metodologis dalam membimbing anak didik atau tiap individu dalam memahami menghayati dan mengamalkan ajaran Islam secara utuh demi terbentuk kepribadian yang utama menurut ukuran Islam. Dan ketiga merupakan segala upaya pembinaan dan pengembangan potensi anak didik untuk diarahkan mengikuti jalan yang Islami demi memperoleh keutamaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.


Pendidikan Islam sebagaimana rumusan diatas menurut Abd Halim Subahar memiliki beberapa prinsip yang membedakan dengan pendidikan lain Prinsip Pendidikan Islam antara lain :
1. Prinsip tauhid
2. Prinsip Integrasi
3. Prinsip Keseimbangan
4. Prinsip persamaan
5. Prinsip pendidikan seumur hidup dan
6. Prinsip keutamaan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. PERMASALAHAN YANG TERJADI
Pendidikan Islam dihadapkan dan terperangkap pada persoalan yang sama, bahkan apabila diamati dan kemudian disimpulkan pendidikan Islam terkukung dalam kemunduran, keterbelakangan, ketidak berdayaan, dan kemiskinan, sebagaimana pula yang dialami oleh sebagian besar negara dan masyarakat Islam dibandingkan dengan mereka yang non Islam. Katakan saja, pendidikan Islam terjebak dalam lingkaran yang tak kunjung selesai yaitu persoalan tuntutan kualitas, relevansi dengan kebutuhan, perubahan zaman, dan bahkan pendidikan apabila diberi “embel-embel Islam”, dianggap berkonotasi kemunduran dan keterbelakangan, meskipun sekarang secara berangsur-angsur banyak diantara lembaga pendidikan Islam yang telah menunjukkan kemajuan (Soeroyo, 1991: 77). Tetapi pendidikan Islam dipandang selalu berada pada posisi deretan kedua atau posisi marginal dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia.
Dalam Undang-Undang sistem pendidikan nasional menyebutkan pendidikan Islam merupakan sub-sistem pendidikan nasional. Jadi sistem pendidikan itu satu yaitu memanusiakan manusia, tetapi pendidikan memiliki banyak wajah, sifat, jenis dan jenjang [pendidikan keluarga, sekolah, masyarakat, pondok pesantren, madrasah, program diploma, sekolah tinggi, institusi, universitas, dsb], dan hakekat pendidikan adalah mengembangkan harkat dan martabat manusia, memanusiakan manusia agar benar-benar mampu menjadi khalifah (Mastuhu, 2003). Pendidikan Islam menjadi satu dalam sistem pendidikan nasional, tetapi predikat keterbelakangan dan kemunduran tetap melekat padanya, bahkan pendidikan Islam sering “dinobatkan” hanya untuk kepentingan orang-orang yang tidak mampu atau miskin, memproduk orang yang eksklusif, fanatik, dan bahkan pada tingkah yang sangat menyedihkan yaitu “terorisme-pun” dianggap berasal dari lembaga pendidikan Islam, karena pada kenyataannya beberapa lembaga pendidikan Islam “dianggap” sebagai tempat berasalnya kelompok tersebut. Walaupun “anggapan” ini keliru dan dapat ditolak, sebab tidak ada lembaga-lembaga pendidikan Islam manapun yang bertujuan untuk memproduk atau mencetak kelompok-kelompok orang seperti itu. Tetapi realitas di masyakarat banyak perilaku kekerasan yang mengatasnamakan Islam. Apakah ada sesuatu yang salah dalam sistem, proses, dan orientasi pendidikan Islam. Hal ini, merupakan suatu kenyataan yang selama ini dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Olah karena itu, muncul tuntutan masyarakat sebagai pengguna pendidikan Islam agar ada upaya penataan dan modernisasi sistem dan proses pendidikan Islam aga menjadi pendidikan yang bermutu, relevan, dan mampu menjawab perubahan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia.


Dengan demikian, penataan model, sistem dan proses pendidikan Islam di Indonesia merupakan suatu yang tidak terelakkan. Hemat penulis, strategi pengembangan pendidikan Islam hendaknya dipilih dari kegiatan pendidikan yang paling mendesak, berposisi senteral yang akan menjadi modal dasar untuk usaha penataan dan pengembangan selanjutnya. Katakan saja, perubahan paradigama, visi, misi, tujuan, dana, dan sampai pada program-program pendidikan yang sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan dalam negeri ini, seperti: perubahan kurikulum pendidikan secara terarah dan kontinu agar dapat mengikuti perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi.



3.2. PENATAAN PENDIDIKAN ISLAM

Dari paparan di atas, menurut penulis bahwa inovasi atau penataan fungsi pendidikan Islam harus dilakukan, terutama pada sistem pendidikan persekolahan harus diupayakan secara terus menerus, berkesinambungan, berkelanjutan, sehingga usahanya dapat menjangkau pada perluasan dan pengembangan sistem pendidikan Islam luar sekolah dan menjadikan pendidikan agama islam dapat mencapai tujuan pendidikan sebenarnya. Untuk mencapainya harus dilakukan inovasi kelembagaan dan tenaga kependidikan. Tenaga kependidikan harus ditingkatkan etos kerja dan profesionalismenya. Perbaikan pada aspek materi [kurikulum], pendekatan, dan metodologi yang masih berorientasi pada sistem tradisional, perbaikan pada aspek manajemen pendidikan itu sendiri. Tetapi usaha melakukan inovasi tidak hanya sekedar tanbal sulam, tetapi harus secara mendasar dan menyeluruh, mulai dari fungsi, tujuan, metode, strategi, materi [kurikulum], lembaga pendidikan, dan pengelolaannya. Dengan kata lain, penataan pendidikan Islam haruslah bersifat komprehensif dan menyeluruh, baik pada tingkat konsep maupun penyelenggaraan.

Sesuai yang dibahas dalam makalah ini tentang pendidikan agama islam dalam lingkup SMA, hal ini sangatlah membantu didalam mencapai tujuan pendidikan sebenarnya, Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam lingkup SMA dipelajari berbagai pelajaran yang membahas dan menjelaskan berbagai persoalan kehidupan. Penataan fungsi pendidikan Islam, tentu dengan memperhatikan dunia kerja, sebab dunia kerja mempunyai andil dan rentang waktu yang cukup besar dalam jangka kehidupan pribadi dan kolektif. Dari gambaran tersebut di atas, tanpaknya kita perlu menyusun langkah-langkah strategi sebagai upaya untuk kembali membangkitkan dan menempatkan pendidikan Islam pada peran yang semestinya dengan berusaha menata ulang paradigm pendidikan Islam sehingga pendidikan Islam kembali bersifat aktif-progresif.


Langkah-langkah strategi didalam mencapai tujuan pendidikan khususnya lingkup SMA tersebut diantaranya, yaitu : Pertama,. Perlu menempatkan kembali seluruh aktivitas pendidikan di bawah “kerangka dasar kerja spritual”. Seluruh aktivitas intelektual dan proses pendidikan senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai agama, dimana tujuan akhir dari seluruh aktivitas pendidikan sebagai upaya menegakkan ajaran agama dengan memanusiakan manusia dalam konteks kehidupannya.
Kedua, perlu ada perimbangan [balancing] antara disiplin atau kajian-kajian agama dengan pengembangan intelektualitas dalam program kurikulum pendidikan. Sistem pendidikan Islam harus menganut integrated curriculum, artinya perpaduan, koordinasi, harmonis, dan kebulatan materi-materi pendidikan dengan ajaran Islam. Maka dengan konsep integrated curriculum, proses pendidikan akan memberikan penyeimbangan antara kajian-kajian agama dengan kajian lain [non-agama] dalam pendidikan Islam yang merupakan suatu keharusan, apabila menginginkan pendidikan Islam kembali survive di tengah perubahan masyarakat.


Ketiga, perlu dikembangkan pendidikan yang berwawasan kebebasan, sehingga insan akademik dapat melakukan pengembangan keilmuan secara maksimal.. Kesempatan berijtihad yang selama ini di anggap tertutup juga menjadi malapetaka bagi perkembangan pemikiran “rasional intelektual” dan ikut terkubur. Kita tidak mempunyai ruang bebas untuk mengekspresikan pemikiran, pandangan, dan gagasan. Apabila muncul pemikiran baru yang berbeda dengan mainstream, sering kali dianggap sebagai pengkaburan, penyesetan dan penyimpangan dari agama dan kadang kala, kritik terhadapan pandangan dan pemikiran keagamaanpun dianggap sebagai kritik terhadap otoritas Tuhan, nabi dan lain-lain. Agama kemudian dijadikan sebagai otoritas baru untuk memasung dan mengkerdilkan [membonsai] pemikiran-pemikiran inovatif yang muncul. Maka, dengan upaya menghilangkan atau minimal membuka kembali sekat dan wilayah-wilayah yang selama ini terlarang bagi perdebatan dan kajian, akan menjadikan wilayah pengembangan intelektual semakin luas yang tentu membuka peluang lebar bagi pengembangan keilmuan di dunia pendidikan Islam pada khususnya dan Islam pada umumnya.


Keempat, mulai melakukan strategi pendidikan yang membumi pada kebutuhan nyata masyarakat yang akan menghantarkan peserta didik pada kebutuhan akhirat. Mengembangkan pendidikan Islam berwawasan kebudyaan dan masyarakat, pendidikan yang berwawasan kebebasan dan demokrasi, pendidikan yang menyenangkan dan mencerdaskan. Diperlukan pendidikan yang menghidupkan kembali tradisi intelektual yang bebas, dialogis, inovatif, dan kreatif.


Dalam Pandangan SMA ini kebebasan berpikir mutlak diperlukan untuk melahirkan intelektual-intelektual yang memiliki pandangan keagamaan yang baru, segar, dan jernih. Kita berharap disain pendidikan Islam pada era informasi, era globalisasi, menjadi era berhembusnya kebebasan berpikir, sehingga mendorong lahirnya pemikir-pemikir keagamaan yang memiliki kemampuan bersaing, kritis, transformatif, inovatif, dan konstruktif dalam menghadapi tantang perubahan.



3.3. MENUJU PENDIDIKAN ISLAM BERMUTU DAN UNGGUL

Karena SMA adalah sekolah menengah atas yang menjadi pandangan peserta didik didalam mengembangkan pendidikan agama islam dari SD atau SMP, maka SMA disini berperan sangat penting didalam membentuk kepribadian keislaman peserta didik. Sehingga perlu peningkatan mutu dalam mendidik peserta didik. Mutu pendidikan merupakan hal yang harus diperhatikan dan diupayakan untuk dicapai. Sebab pendidikan akan menjadi sia-sia bila mutu proses dan lulusannya rendah. Saat sekarang ini, ada keinginan dari masyarakat dan berbagai lembaga pendidikan Islam untuk menjadikan pendidikan Islam sebagai salah satu pendidikan alternatif. Tetapi pemikiran ini memerlukan paradigma baru untuk meningkatkan kualitan pendidikannya. A. Mukti Ali mengatakan bahwa kelemahan pendidikan Islam dewasa ini, disebabkan oleh faktor penguasaan sistem dan metode, bahasa sebagai alat untuk memperkaya persepsi, dan ketajaman interpretasi, kelemahan kelembagaan [organisasi], kelemahan ilmu dan teknologi. Apabila hal ini menjadi fokus, maka pendidikan Islam harus didesak untuk melakukan inovasi, tidak hanya terkait dengan kurikulum dan perangkat manajemen, tetapi juga strategi dan taktik operasional dan metodologinya. Strategi dan taktik itu, bahkan sampai menuntut perombakan model-model sampai dengan institusi-institusinya untuk mewujudkan pendidikan Islam yang bermutu dan unggul.

Dan berbicara tentang pendidikan yang mutu dan unggul, tentu saja harus didasarkan pada suatu standar dan ukuran kemajuan tertentu yang terbuka , sehingga public dengan mudah mengikuti dan menilai kemajuan pendidikan yang ada. Apakah pendidikan yang bermutu dan unggul dapat dilihat dari lulusan dengan nilai tinggi atau dilihat dari lulusannya dapat diserap pasar dengan cepat, ataukah dinilai oleh Badan Akreditasi Nasional [BAN] dengan predikat terakreditasi dengan nilai A, B, dan C atau tidak terakreditasi


Pendidikan mutu dan unggul, apakah dilihat dari nilai yang diperoleh para lulusannya. Pertanyaan lulusan berkualitas seperti apa yang dianggap mutu dan unggul ? Misalnya saja para siswa dan sarjana yang lulus dengan nilai tinggi, apa yang akan mereka dapatkan? Realitas menunjukkan banyak siswa lulus SLTA memiliki nilai tinggi, tapi tidak dapat meneruskan ke perguruan tinggi, karena disebabkan oleh biaya, orang tua tidak mampu. Sarjana lulus dengan nilai tinggi, ujung-ujungnya menjadi buruh/pedagang, pengangguran, lantaran tidak memiliki koneksi, walaupun hal yang ditekuni dan dikerjakan memang tidak salah, tetapi tidak macht atau mismacht dengan pendidikan yang ditekuni. Inilah kondisi yang dihadapi pendidikan di negeri ini. Selain itu, manusia unggul seperti apa yang dikehendaki dari prodak pendidikan, karena bukan sekedar pendidikan yang unggulan. Dalam konteks historis, manusia yang dapat dijadikan teladan adalah menusia yang dikategori unggulan bukanlah semata-mata ditentukan lembaga pendidikan yang membesarkannya, malahan lebih banyak dihasilkan oleh keluarga atau masyarakat yang mengelilinginya.


Lembaga pendidikan pesantren, biayanya murah, santri banyak yang gratis, dianggap tradisonal, tetapi banyak melahirkan para pahlawan, para tokoh pemikir bangsa. Maka dalam konteks ini, proses pendidikan di pesantren lebih berlaku dan faktor utamanya adalah keteladanan, kesungguhan, kerendahan hati, kesederhanaan, keikhlasan, yang dibangun oleh kiai dan para gurunya dalam proses, tetapi nilai-nilai ini pada zaman sekarang lebih mendapatkan respons yang kurang baik. Dari sekian pertanyaan di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan yang bermutu dan unggul adalah memiliki visi, misi, dan tujuan yang jelas, memiliki program pendidikan dan pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat, inovatif dan pengembangan ilmu dan teknologi, memiliki sumber daya yang profesional, memiliki manajemen yang profesional dan bertanggungjawab. Lulusannya memiliki standar kompetensi pengetahuan [knowledge] kognitif yang memadai, memiliki kemampuani afektif yang anggun, yaitu memiliki kepribadian dan moral yang tinggi, jujur, bertanggungjawan, dan bersamangat untuk melakukan inovasi, memiliki kemampuan psikomotorik yang tinggi, memiliki skill untuk menjawab kabutuhan masyarakat, melakukan kegiatan secara terampil, dan memiliki kemampuan bertindak yaitu menghasilkan sesuatu yang konkrit dan menghasilkan jasa, serta dapat diserap pasar atau pengguna pendidikan.


Dengan dasar ini, maka pendidikan Islam perlu membangun sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, dilandasai dengan nilai-nilai ilahiyah, kemanusian [insaniyah], lingkungan dan berbudaya, manajemen pendidikan dengan berorientasi pada profesionalisme dan mutu, menyerap aspirasi dan mendayagunakan potensi masyarakat, berorientasi pada otonomi, meningkatkan demokratisasi penyenggaraan pendidikan, serta memenuhi permintaan perubahan arus globalisasi. Katakan saja, konsep hasil belajar yang lebih baik tentu saja berorientasi pada kemampuan kognitif, psikomotorik, afektik, dan tindakan. Kemampuan bertindak terkait erat dengan pendidikan life skills, artinya ketika lulusan dari satuan pendidikan Islam, sudah memiliki pengalaman yang cukup memadai dari kehidupan pendidikannya untuk melakukan sesuatu di masyarakat, yaitu berkewajiban mencari, menemukan dan memanfaatkan ilmu bagi keperluan kehidupan umat manusia, sekaligus juga harus bertanggungjawab atas apa yang terjadi selanjutnya jika dengan ilmu itu menimbulkan kerusakan lingkngan.


Dalam kerangka ini, menurut penulis pendidikan Islam harus berupaya untuk: Pertama, mengembangkan konsep pendidikan integralistik, yaitu pendidikan secara utuh yang berorientasi pada Ketuhanan, kemanusiaan dan alam pada umumnya sebagai suatu yang integralistik bagi perwujudan kehidupan yang rahmatan lil ‘Alamin. Kedua, mengembangkan konsep pendidikan humanistik, yaitu pendidikan yang berorieintasi dan memandang manusia sebagai manusia [humanisasi] dengan menghargai hah-hak asasi manusia, hak untuk menyuarakan pendapat walaupun berbeda, mengembangkan potensi berpikir, berkemauan dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Ketiga, mengembangkan konsep pendidikan pragmatis, yaitu memandang manusia sebagai makhluk yang selalu membutuhkan sesuatu untuk melangsungkan, mempertahankan dan mengembangkan hidupnya baik jasmani maupun rohani dan mewujudkan manusia yang sadar akan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan peka terhadap masalah-masalah kemanusiaan. Keempat, mengembangkan konsep pendidikan yang berakar pada budaya yang akan dapat mewujudkan manusia yang mempunyai kepribadiaan, harga diri, percaya pada kemampuan sendiri, membangun budaya berdasarkan budaya sendiri dan berdasarkan nilai-nilai ilahiyah
Dari semua dipaparkan di atas, kita harus berani menata dan mendesain ulang model pendidikan Islam yang berkualitas dan bermutu, dengan merumuskan visi, misi, serta tujuan yang jelas, kurikulum, dan meteri pembelajaran yang diorientasikan pada kebutuhan peserta didik dan kebutuhan masyarakat untuk dapat menjawab tantangan perubahan, metode pembelajaran diorientasikan kepada upaya mencari dan mecahkan masalah yang berorientasi pada ”menjadi”, dan bukan didominasi oleh model ceramah yang berorientasi pada hanya ”memiliki”. Oleh karena itu, membangun jiwa kemandirian, kreativitas, kepekaan sosial, dan keberanian berpikir untuk menghadapi realitas kehidupan harus dikembang dalam proses pendidikan. Kata Ahmad Baharuddin, pendidikan dan pembelajaran berbasis ”kebutuhan”, sehingga puncak keberhasilan pembelajaran adalah ketika pembelajar menemukan sendiri, berkemampuan mengevaluasi diri sendiri, sehingga pembelajar tahu persis potensi yang dimilikinya. Dengan demikian, penilaian terhadap mutu dan unggul suatu pendidikan tidak perlu direkayasa dan diformalkan, tetapi akan datang dengan sendirinya dari masyarakat pengguna.



BAB IV
KESIMPULAN


Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikan adalah mewujudkan tujuan ajaran Allah .


Kata akhir, Karena SMA adalah sekolah menengah atas yang menjadi pandangan peserta didik didalam mengembangkan pendidikan agama islam dari SD atau SMP, maka SMA disini berperan sangat penting didalam membentuk kepribadian keislaman peserta didik. Sehingga perlu peningkatan mutu dalam mendidik peserta didik. Mutu pendidikan merupakan hal yang harus diperhatikan dan diupayakan untuk dicapai. Sebab pendidikan akan menjadi sia-sia bila mutu proses dan lulusannya rendah. Penilaian dan pengakuan terhadap pendidikan yang mutu dan unggul atau tidak, akan lebih banyak di tentukan oleh masyarakat profesional. Dengan kata lain, bahwa masyarakat profesional yang akan menjadi penilai [quality control] dari lembaga pendidikan yang ada. Kontrol dilakukan dari kemampuan para lulusan lembaga pendidikan tersebut, dengan program-program pembelajarannya, dosen dan guru di nilai oleh masyarakat. Maka, pendidikan Islam berusaha melakukan penataan terhadap program-program pendidikannya agar mencapai standar mutu dan unggul yaitu lulusannya memiliki kompetensi pengetahuan yang memadai, memiliki afektif yang anggun, memiliki skill untuk dapat menjawab kabutuhan masyarakat, dan dapat diserap oleh pengguna pendidikan, apabila tidak maka akan menjadi sia-sia, bila mutu proses dan lulusannya rendah.
Previous
Next Post »