Syariat Islam telah mengatur hukum pandang memandang terhadap lawan jenis yang bukan mahram. Dalam Al Qur’an surat An Nur ayat 30, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Ayat ini ditujukan kepada laki-laki yang beriman agar menjaga pandangannya.
Sementara ayat berikutnya, An-Nur ayat 31, ditujukan kepada perempuan yang beriman. “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman agar mereka menjaga pandangannya dan menjaga kemaluannya...”
Rasulullah SAW bahkan pernah memalingkan wajah Fadhl bin Abbas ke arah yang lain ketika ia menatap wajah perempuan yang bukan mahramnya saat hajjatul wada’. Ketika itu ada seorang perempuan yang meminta fatwa kepada Nabi Muhammad SAW. Ibnu Abbas yang meriwayatkan hadits ini mangatakan, “...maka Fadhl mulai mengarahkan pandangannya kepada perempuan itu, sedangka dia adalah seorang perempuan yang cantik. Maka Nabi pun memegang dagu Fadhl dan memalingkan mukanya ke arah lain,” (HR Bukhari dan Muslim).
Rasulullah SAW saja sudah begitu hati-hati ketika menatap wajah yang bukan mahramnya. Bagaimana dengan aurat yang lainnya? Terlebih, kemaluan yang merupakan aurat mughollazoh(aurat besar/kemaluan).
Memang ada pengecualian boleh memandang lawan jenis di luar aurat mughollazoh, yakni ketika ada kemaslahatan yang lebih besar seperti saat khitbah atau melamar, dalam pengobatan jika tidak ada lagi dokter perempuan, atau menjadi saksi dalam suatu perkara di pengadilan atau transaksi jual beli.
Secara umum, Rasulullah SAW melarang umatnya melihat dan memperlihatkan aurat mughollazoh. Tidak saja kepada lawan jenis, bahkan sesama jenis pun tidak dibenarkan. Seperti hadits “seorang lelaki tidak boleh melihat kemaluan laki-laki dan seorang wanita tidak boleh melihat kemaluan wanita,” (HR. Muslim).
Sehingga, menonton film porno dengan alasan apapun tidak bisa dibenarkan. Termasuk, jika tujuannya untuk keberlangsungan hubungan suami-istri. Masih ada cara-cara halal yang dibenarkan Islam untuk hal itu. Mereka bisa membaca buku fiqh tentang arahan Rasulullah SAW bagaimana berhubungan suami istri.
Jika kita melihat aurat orang lain yang bukan mahram maka tergolong zina mata. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menetapkan terhadap anak-anak Adam bagian dari zina yang bisa jadi ia mengalaminya dan hal itu tidaklah mustahil. Zina mata adalah penglihatan, zina lisan adalah perkataan di mana diri ini menginginkan dan menyukai serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya,” (HR. Bukhari).
Jadi, zina tidak terbatas hanya pada apa yang telah dilakukan oleh kemaluan seseorang. Namun, mata juga bisa melakukan zina dengan melihat dan memandang sesuatu yang diharamkan seperti melihat aurat orang lain. Apalagi melihat adegan hubungan suami istri yang bisa jadi pelakunya bukanlah pasangan suami istri. Kemaluanlah yang membuktikan seseorang tersebut telah berzina dan berhak mendapatkan sanksi/hukuman/had bagi pelakunya. Wallahu a’lam.